UU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 156 & Pasal 162
“Tidak ada yang abadi didunia ini”, ungkapan
tersebut juga berlaku dalam dunia kerja. Bagi karyawan tentunya ada masa
dimana akan mengakhiri masa kerjanya disebuah perusahaan, baik itu
karena resign (mengundurkan diri), pelanggaran, pensiun, penutupan
perusahaan ataupun kematian karyawan tersebut). setiap berakhirnya masa
kerja antara perusahaan dan karyawan akan menimbulkan istilah PHK
(Pemutusan Hubungan Kerja).
Sebagai
praktisi HR tentunya sudah sangat familiar dengan hal tersebut, karena
seorang HR perusahaanlah yang bertugas sebagai pengeksekusi dalam hal
terjadi PHK tersebut. Dari sebelum, proses, dan sesudah terjadi PHK
tentunya sudah diatur sesuai ketentuan yaitu UU No. 13 tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, oleh sebab itu seorang praktisi HR dituntut
harus bisa menguasai dan memahami Undang-undang tersebut.
Dalam proses PHK idealnya dilakukan oleh HR dengan spesialisasi
Hubungan Industrial (Industrial Relation / IR) jika perusahaan tersebut
sudah memiliki struktur HR yang terorganizir, tetapi tidak diwajibkan
demikian karena tentunya disesuaikan dengan stuktur HR yang ada di
perusahaan tersebut.
Jika berbicara aturan dalam perusahaan, dari pengalaman yang saya terima, urutan acuannya akan berlaku seperti berikut :
- UU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
- Peraturan Perusahaan (PP)
- SPK (Surat Perjanjian Kerja) / PKB (Perjanjian Kerja Bersama)
- Surat Keputusan Perusahaan (SK), Biasanya dibuat oleh Direksi & Manajemen
- Internal Memo (IM), Biasanya dibuat oleh Direksi & Manajemen
Untuk poin 2,3,4, dan 5 seluruhnya akan mengacu pada poin 1, jika
terjadi penyimpangan atas hal tersebut maka secara jelas tertulis
didalam Undang-undang “Batal Demi Hukum”.
Dalam proses PHK tentunya akan ada salah satu syarat dan kewajiban
yang harus ditandatangani antara perusahaan dan karyawan yang biasa
disebut SPB (Surat Persetujuan Bersama) yang didalamnya berisi tentang
Hak dan Kewajiban bagi Perusahaan dan karyawaan, juga perhitungan
komponen-komponen uang PHK tersebut. Berikut perhitungan umum yang
digunakan dalam perhitungan PHK sesuai Pasal 156, UU No. 13 tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan.
UU No. 13 tahun 2003, Pasal 156, ayat 1 menyebutkan,”
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan
membayar pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang
penggantian hak yang seharusnya diterima.”
Pasal 156, ayat 2 menyebutkan, “Perhitungan pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagai berikut:
Masa Kerja (MK) – Tahun | Uang Pesangon (Bulan Upah) |
MK < 1 thn | 1 kali |
1 thn <= MK < 2 thn | 2 kali |
2 thn <= MK < 3 thn | 3 kali |
3 thn <= MK < 4 thn | 4 kali |
4 thn <= MK < 5 thn | 5 kali |
5 thn <= MK < 6 thn | 6 kali |
6 thn <= MK < 7 thn | 7 kali |
7 thn <= MK < 8 thn | 8 kali |
MK => 8 thn | 9 kali |
Masa Kerja (MK) – Tahun | Penghargaan (Bulan Upah) |
3 thn <= MK < 6 thn | 2 kali |
6 thn <= MK < 9 thn | 3 kali |
9 thn <= MK < 12 thn | 4 kali |
12 thn <= MK < 15 thn | 5 kali |
15 thn <= MK < 18 thn | 6 kali |
18 thn <= MK < 21 thn | 7 kali |
21 thn <= MK < 24 thn | 8 kali |
MK => 24 thn | 10 kali |
- cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
- biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
- penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
- hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Ada ketentuan-ketentuan yang berlaku jika karyawan berhak
untuk mendapatkan komponen tersebut (Uang Pesangon, Uang Penghargaan
Masa Kerja, dan Uang Penggantian Hak) dan itu tertuang semua dalam UU
No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. *)Note : Silahkan dibaca sendiri, karena saya tidak sempat menjabarkannya Hehe..
Tetapi sering sekali saya menemukan karyawan yang salah kaprah
tentang Resign (Mengundurkan Diri), bagi karyawan yang memiliki
pengetahuan tersebut mungkin tidak masalah, tetapi ada karyawan yang PHK
dalam kategori resign menuntut untuk diberikan upah pesangon dan
penghargaan masa kerja, padahal dalam UU jelas sekali tidak disebutkan
hal tersebut.
Sesuai dengan UU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 162 yaitu :
(1) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri,
memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(2) Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri,
yang tugas dan fungsinya tidak me-wakili kepentingan pengusaha secara
langsung, selain menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian
kerja bersama.
(3) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat :
- mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
- tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
- tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
(4) Pemutusan hubungan kerja dengan alasan pengunduran diri atas
kemauan sendiri dilakukan tanpa pene-tapan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.
Secara jelas dalam pasal itu bagi karyawan yang resign
(mengundurkan diri) tidak akan menerima uang pesangon dan penghargaan
masa kerja, tetapi hanya mendapatkan uang penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan
pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.
Thanks To
https://ishayn.wordpress.com/2015/07/05/uu-no-13-tahun-2003-tentang-ketenagakerjaan-pasal-156-pasal-162/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar